ketimpangan sosial ; takdir atau ego manusia?


“ ketimpangan sosial ; takdir atau ego manusia? ”




Keinginan adalah sumber penderitaan tempatnya di dalam pikiran tujuan bukan utama ,yang utama adalah prosesnya , kita hidup mencari bahagia harta dunia kendaraannya ,bahan bakarnya budi pekerti tulah nasehat para nabi

            Manusia dilahirkan ke dunia yang fana ini hakikatnya hanyalah untuk mengabdi kepada Tuhan, esensi kehidupan yang  hakiki adalah untuk beribadah, sebagai manusia kita harus menyadari bahwa kita tidak bisa hidup sendiri, tetapi kita hidup bermasyarakat,hidup berdampingan dimana kita butuh seseorang untuk  mengerjakan sesuatu, apakah dengan ego-ego yang tak terkendali dan selalu dinamis. 

               karena itu kita harus lebih mengenal dunia yang sedang kita pijak ini, supaya tidak digilas oleh dunia itu sendiri. Kehidupan ini tidak kekal, akankah hidup hanya di isi dengan hanya kemegahan  duniawi saja. 



            Melihat realita yang ada sekarang ini kita sudah dapat menafsirkan bahwa kehidupan ini sangatlah timpang. Janganlah kita menutup mata, buka hati, buka pikiran dan mata kita selebar-lebarnya, padahal kita tahu hal yang sebenarnya. memang sudah menjadi sunatullah bahwa perbedaan itu memanglah ada, tapi perbedaan manakah yang memang sudah menjadi sunatullah?

        saya akan mencoba menguraikan sedikit perbedaan yang memang sunatullah dan perbedaan yang dibentuk oleh manusia: pertama, sudah ketentuan Tuhan kita diciptakan berbeda, tetapi Tuhan tidak menghendaki perbedaan itu menjadikan perpecahan,ketimpangan, ketidakadilan melainkan sebagai rahmatan lil ‘alamin. Tuhan tidak semata-mata menciptakan perbedaan tanpa ada maksud dibalik perbedaan itu, coba kita pikirkan, andaikan manusia didunia ini semua sama dalam segalanya, misalnya dalam hal kekayaan, warna kulit, cara berpikir, dan lain sebagainya. 



         Mungkin kita akan mengalami kejanggalan yang maha dahsyat, dimana tidak ada lagi buruh yang bekerja pada pabrik Si kaya, tidak ada lagi petani yang memasok beras ke kota untuk kebutuhan hidup para pecinta kemewahan, tidak ada lagi para nelayan yang memasok hasil tangkapannya  mungkin pula akan terjadi kehidupan yang monoton dan tidak adanya budaya yang beraneka ragam di dunia ini, dikarenakan manusia semuanya satu ragam, Tuhan  memang Maha Besar sehingga tidak ada satupun yang tidak terencana didunia ini. 

       Kesalahan memang ada pada manusia itu sendiri, yang terkadang menjadikan perbedaan itu sebagai alat untuk mencapai hasrat dan tujuan hidupnya, walaupun merugikan untuk orang lain. Seharusnya perbedaan itu dijadikan alat  untuk menjadikan kehidupan ini lebih berarti dengan cara menemukan persamaan Universal dibalik perbedaan tersebut, yang dapat mendatangkan kemaslahatan manusia .

         Kedua, perbedaan yang dibentuk manusia  karena terdorong oleh kebutuhan atau tujuan hidup yang tidak mengenal batasan, misalnya terjadinya ketimpangan antara Si miskin dan Si kaya dikarenakan sistim ekonomi menghendaki kemapanan di pihak Si kaya dan sangat mengaharamkan Si miskin dapat merampasnya, karena sangat merugikan Si kaya yang membutuhkan tenaga Si miskin untuk memperkaya diri tanpa adanya pembagian hasil yang seimbang.
Diatas  telah dijelaskan beberapa macam perbedaan beserta contohnya,  akan saya bahas secara sederhana, yaitu tentang perbedaan yang diproduk/dibentuk oleh manusia. Mengapa harus ada perbedaan kelas sosial diantara manusia?. 




       Ego manusia memang penyebab utama terjadinya perbedaan tersebut, padahal esensinya manusia itu sama dihadapan Tuhan. Alam bawah sadar manusia selalu membawa mereka pada keserakahan, ketamakan  sehingga esensi hidup yang sebenarnya mereka kesampingkan tanpa disadarinya. 
Mereka menjadi enggan berdampingan dengan sesamanya yang berbeda kelas (status social) yang menyebabkan kesenjangan tersebut semakin terlihat nyata. 

      saya menjadi teringat dengan tulisan yang terlihat dengan jelas di depan gerbang perumahan elite disuatu kota yang konon disebut sebagai “kota pendidikan” atau kota pelajar yang seharusnya mengetahui lebih mendalam tentang etika, yang sangat-sangat mencengangkan hati, adalah “ pengemis dilarang masuk komplek perumahan” seolah-olah mereka telah lupa bahwa disebagian hartanya ada hak mereka yang termarginalkan, padahal tidak sedikit anjing-anjing malah berkeliaran didalam komplek perumahan elite tersebut, tapi mereka tidak menghiraukan keberadaannya. 
Kalau dilihat dari kutipan diatas mereka lebih menghargai keberadaan anjing-anjing tersebut dibanding para pengemis yang notabene sama-sama manusia. 

       Dengan demikian perbedaan kelas memang sudah tidak bisa ditolelir lagi! Itu mungkin salah satu contoh yang terjadi disalah satu kota yang notabene kota pendidikan, belum lagi dikota-kota besar lainnya (khususnya di Indonesia) mungkin tak bisa kita bayangkan perbedaan kelas yang terjadi disana. Perbedaan diatas didasarkan pada kontras antara kaya dan miskin dan antara kelas yang mendapatkan hak istimewa karena adanya faktor keturunan dan legalitas hukum yang khusus dibuat untuk tujuan yang dimaksud. Seperti apa yang dijelaskan dalam tulisan Frederick Martin Stern :
dengan kelas kita artikan dua hal. Istilah ini dapat kita pakai untuk menerangkan suatu golongan, yang hanya disebabkan pekerjaan dan tingkat kehidupan mereka maka terpisah dari yang lain… Tetapi dengan kelas dapat pula kita artikan suatu golongan yang memiliki hak-hak istimewa, dimana seseorang dapat digolongkan dengan sebab tak lain kaerena orang tuanya termasuk didalamnya. 

      Jadi di sini arti kelas boleh dikatakan sama dengan golongan feodal dan berarti kira-kira kasta atau status yang boleh berubah. Bahkan artinya sama seandainya hak-hak istimewa golongan itu ditetapkan pula menurut undang-undang, seperti demikian halnya dengan dengan golongan feodal”.  
Kita memang sering mendapatkan perbedaan yang justru mendapatkan legitimasi dari pemerintah yang secara tidak kita sadari memang membelenggu bangsa ini. Salah satu contoh dalam masalah yang paling vital ini yaitu dalam masalah pendidikan yang justru dari pendidikanlah kita mengetahui berbagai hal yang selama ini tidak kita ketahui. Tapi sekarang pendidikan malah dieksploitasi oleh mereka yang mempunyai tujuan tertentu dibalik semua itu. Pendidikan yang tadinya suci malah dikotori oleh berbagai bentuk diskriminasi yang menjadikan tujuan pendidikan jauh dari esensinya. Akibat dari semua itu manusia hanya diproduk untuk tujuan pribadi dan mereka lupa akan keberadaan manusia lain. 

Dunia empiris memang tidak bisa membohongi panca indra, apakah kita akan membohongi diri sendiri dengan menghindari kenyataan yang ada?.Perbedaan kelas yang terjadi sekarang ini bukan sekedar isapan jempol belaka yang hanya menjadi dongeng pengantar tidur seorang anak yang mengidap insomnia, tetapi semua ini sudah menjadi kenyataan hidup yang telah membelenggu manusia ratusan tahun yang lalu dan belum ada jalan untuk keluar dari mimpi buruk tersebut. 

      Berbagai teori tentang perbedaan kelas dengan berbagai argument untuk mengatasinya memang sudah banyak jumlahnya, mungkin kalau dibukukan jumlahnya akan memenuhi perpustakaan pribadi milik seorang Profesor yang katanya “seorang pemikir”. Tapi tak jarang juga, malah para pakar ilmu pengetahuan tersebut kurang peka terhadap realita yang terjadi. Sejarah telah membuktikan teori-teori social yang ada hingga saat ini belum ada yang relevan menjawab pebedaan kelas yang terjadi selama ini, 

     Lalu yang jadi pertanyaan, sestem ekonomi apakah yang digunakan di Negara Indonesia sekarang Ini, yang menyebabkan timbulnya berbagai ketimpangan yang begitu nyata di masyarakat? Atau… memang derasnya globalisasi telah membawa hantu kapitalisme ke Negara Indonesia tercinta Ini, dan telah merusak sendi-sendi tatanan masyarakat ?

    kita berharap dan menginginkan perubahan dalam tatanan dan paradikma seorang pemimpin janganlah memandang rendah kaum bawah,(miskin) pandanglah mereka layak sebagai manusia yang bermartabat dan sama haknya sebagai warga Negara Indonesia untuk memperoleh hak dan keadilan di mata hukum.

          salam dari saya lihatlah sekitar anda ,ingat semua hanya titipan ada sebagian intuk mereka , bukan tidak mau berusaha tetapi batas limit kemampuan manusia selalu ada 













0 Response to "ketimpangan sosial ; takdir atau ego manusia?"

Post a Comment